BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya
ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria,
di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli
masyarakat (Mudjajanto, 2003). Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia. Dalam kehidupan
sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar ,
makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan
aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan
kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992). Aman yang dimaksud di sini mencakup
bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa
dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di
toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan
pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan
pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna oranye, rasa
stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa leci dengan
warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan warna hijau, dan
seterusnya. Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin
menarik. Warna merupakan salah satu faktor penentu yang dilihat oleh seseorang
sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang
yang termasuk di dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna cenderung lebih menarik
untuk dipilih konsumen daripada makanan
yang tidak berwarna.
Secara umum bahan pewarna yang sering digunakan dalam
makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural
(alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya
tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya.
Pewarna sintetis (non food grade) masih sangat diminati
oleh para produsen makanan. Alasan pertama adalah masalah harga. Pewarna kimia
tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna
alami. Alasan kedua adalah stabilitas. Pewarna sintetis memiliki tingkat
stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah
mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah
mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan.
Masalah yang dapat timbul dari penggunaan pewarna
sintetis yang tidak proporsional pada makanan dan minuman adalah dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Pilihan terbaik yaitu dengan penggunaan pewarna
alami, karena menggunakan bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada
tubuh. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade)
pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang
masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek.
Sebenarnya, pewarna alami tidak bebas dari masalah. Menurut
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM MUI), dari segi kehalalan, pewarna alami justru memiliki titik kritis
yang lebih tinggi. Lantaran pewarna natural tidak stabil selama penyimpanan,
maka untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan
pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya, dan kondisi lingkungan.
Terdapat banyak makanan dan minuman yang menggunakan
pewarna baik itu sintetis ataupun alami, salah satunya yaitu sosis. Sosis
merupakan panganan berbahan dasar daging sapi yang sangat diminati oleh setiap
kalangan dengan segmen pasar yang beragam. Maka dari itu, kelompok kami
menganalisis zat warna yang terkandung dalam sosis. Dalam hal ini, sosis yang
kami amati adalah sosis yang dijual di warung – warung dengan harga yang
relatif murah.
1.2 Rumusan masalah
·
Bagaimana cara menganalisis zat
warna pada sosis ?
·
Apakah jenis zat-zat pewarna yang terdapat dalam sosis ?
1.3 Tujuan Praktikum
·
Untuk megetahui cara
menganalisis zat warna yang terkandung pada sosis.
·
Untuk mengetahui jenis
zat-zat pewarna pada sosis
1.4
Manfaat Praktikum
·
Menambah wawasan
mengenai kandungan zat warna pada makanan dalam hal ini yaitu sosis.
·
Menambah penghetahuan
mengenai ciri fisik sosis yang mengandung bahan pewarna baik pewarna alami atau pewarna sintetik.
·
Memberikan peningkatan
kesadaran terhadap kesehatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food
additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan
ke dalam makanan dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan
(ingredient) utama (Siagian, 2002). Sementara itu pada Undang-undang RI No. 7
Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Kemanan Pangan) Bagian Kedua
disebutkan banwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko
kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan
fungsinya, yaitu: (1) antioksidan dan antioksidan sinergis, (2) anti kempal, (3)
pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan
pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan
pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa
dan aroma, (13) sekuestran, dan (14) bahan tambahan lain.
Secara garis besar pewarna dibedakan
menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami yang dikenal di
antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun jati (warna merah),
dan kunyit untuk pewarna kuning. Sedangkan menurut GG Birch (1976), zat pewarna
makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu centrified colour dan uncentrified
colour. Uncentrified colour merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen
dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral.
Penentuan
mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor,
diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada
faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor
lain dipertmbangkan, secara visual faktor warna tampil dahulu dan
kadang-kadang sangat menentukan.
Selain
sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai
indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara
pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata.
Penambahan
bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi
kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi
perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama
penyimpanan.
Ada
5 sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu :
1.
Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil
berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah
pada daging.
2.
Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat
pada kembang gula, karamel atau roti yang dibakar.
3.
Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino
protein dan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang
disimpan lama akan berwarna gelap.
4.
Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau
coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim,
misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5.
Penambahan zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna sintetik, yang
termasuk golongan bahan aditif makanan.
Aneka
jenis pewarna ini ada yang berupa bubuk, pasta atau cairan. ada dua jenis zat
pewarna yaitu certified color dan unceretified color. Certified
color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake,
sedangkan uncertified color adalah zat pewarna yang berasal
dari bahan alami.
1. Certified Color (pewarna
sintesis)
Ada
2 macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan Lake.
Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan
dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Sedangkan
zat pewarna lake yang hanya terdiri dari 1 warna dasar, tidak merupakan
warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat
spesifikasi yang mencantumkan keterangan penting mengenai zat pewarna tertentu,
misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
a. Dye
Dye
adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat
mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah gliserin, alkohol dan
propilenglikol. Dye juga dapat diberikan dalam bentuk kering apabila
proses pengolahan produk tersebut kemudian ternyata menggunakan air. Dye
terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan yang penggunaannya
tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnanya sendiri.
Dye
terbagi atas 4 kelompok yaitu Azo dye, Triphenylmethane dye,
Flourescein, dan Sulfonated Indigo.
a) Azo
dye, terdiri dari:
· FD&C
Red No. 2 (Amaranth) No Indeks 16185
Amaranth
termasuk golongan monoazo yang mempunyai satu ikatan N=N. Amaranth berupa
tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air, menghasilkan
larutan berwarna merah lembayang atau merah kebiruan. Selain itu juga mudah
larut dalam propilonglikol, gliserol, dan larut sebagian dalam alkohol
95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl 10-30%, dan NaOH 10%,
sedangkan terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh.
FD&C
Yellow No 5 (Tartrazine) No Indeks 19140
Tartrazine
merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut dalam air,
menghasilkan larutan kuning keemasan. Kelarutanya dalam alkohol 95% hanya
sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut. Tartanizie tahan
terhadap cahaya, asam asetat, HCL, dan NaOH 10%, NaOH 30% akan menjadikan
warna berubah kemerah-merahan.
Penggunaan tartrazine dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada pada
individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu
juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak (http://arinsehat.blogspot.com).
· FD&C
Yellow No 5 (Sunset Yellow) No Indeks 150985
Sunset
Yellow termasuk
golongan monazo, berupa tepung berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air,
dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95% dan
mudah larut dalam gliserol dan glikol. Pemakaian alat-alat, mudah larut dalam
alkohol tembaga akan menyebabkan warna larutan zat warna menjadi keruh, coklat
dan opaque.
Penggunaan sunset yellow dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada pada
individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu
juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak. Pada jumlah yang sedikit sunset
yellow dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang,
muntah-muntah dan gangguan saluiran pencernaan
· FD&C
Red No 4 (Panceau SX) No Indeks 14700
Panceau
SX berupa
tepung merah, mudah larut dalam air dan memberikan larutan berwarna jingga.
Larutan dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol 95%. Sifat
ketahanannya hampir sama dengan amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat
10%, NaOH 30% akan membuat larutan berwarna kekuningan. Cu membuat warna
larutan menjadi kuning, gelap, dan keruh baik pada larutan netral maupun
asam.
b) Triphenymethane
dye, terdiri dari :
· FD&C
Blue No 1 (Brilliant Blue) No Indeks 42090
Zat
pewarna ini termasuk Triphenylmethane dye, merupakan tepung
berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna
hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alkohol 95%.
Zat warna ini tahan terhadap asam asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya agak
tahan terhadap HCl 10%, tetapi menjadi berwarna kehijauan, sedangkan dalam HCl
30% akan membentuk warna merah anggur.
· FD&C
Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053
Tepung
zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau ungu kecoklatan dan bila dilarutkan
dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan. Zat ini juga larut dalam alkohol
95%, tetapi lebih mudah larut dalam campuran air dan alkohol. Zat ini
juga larut dalam gliserol dan glikol. Fast Green agak mudah
luntur dengan adanya cahaya dan tidak tahan terhadap HCl 30%, bila ditambahkan
alkali, akan berwarna ungu. kontak dengan Cu akan menjadikan warna coklat.
· FD&C
Violet No 1 (Benzylviolet 4B)
Zat
pewarna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut dalam air, gliserol, glikol
dan alkohol 95%. Menghasilkan warna ungu cerah, tidak larut dalam minyak dan
eter. Zat pewarna ini mudah luntur oleh cahaya, sedangkan terhadap asam asetat
agak tahan.
c) Fluorescein
· FD&C
Red No 3 (Erytrosine) No Indeks 45430
Zat
pewarna ini termasuk golongan Fluorescein. Berupa tepung coklat
larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi
sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi.
Larut dalam gliserol dan glikol, bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan
oksidator, tetapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%.
d) Sulfonated
Indigo
· FD&C
Blue No 2 (Indigotin/Indigo Carmine) No Indeks 73015
Indigotine merupakan tepung berwarna
biru, coklat, kemerah-merahan, mudah laut dalam air dan larutannya berwarna
biru. Larut dalam gliserol dan glikol, sedikit larut dalam alkohol 95%. Zat
warna ini sangat tidak tahan terhadap cahaya, karena itu warnanya cepat
menghilang.
b. Lake
FD&C
Lake diizinkan
pemakainnya sejak tahun 1959, dan penggunannya meluas dengan cepat. Zat pewarna
ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa (Al atau Ca)
yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lake stabil pada Ph 3,5 – 9,5 dan diluar
selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang dikandungnya terlepas.
Sesuai
dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk
produk-produk yang mengandung lemak dan minyak daripada dye, karena FD&C
lake larut dalam lemak. Daya mewarnai FD&C lake adalah
dengan membentuk dispersi yang menyebar pada bahan yang diwarnai.
Di
Indonesia, karena undang-undang penggunaan zat pewarna belum ada, terdapat
kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna. Penggunaan pewarna yang aman
pada pangan telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per IX/88, yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan
dalam makanan. Pewarna yang diizinkan serta batas penggunannya termasuk
penggunaan bahan pewarna alami.
Khusus
untuk bahan pewarna, Departemen Kesehatan telah menerbitkan Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 2985/B/SK/79 tanggal 12
Nopember 1979 tentang wajib daftar pewarna makanan dan Peraturan Menkes RI
No.239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan
berbahaya. Penerbitan peraturan ini bertujuan untuk mencegah pemakaian zat
warna yang bukan untuk makanan ke dalam makanan.
Pada
tabel berikut dapat dilihat beberapa zat warna sintesis yang dilarang
penggunaannya dalam makanan.
Tabel 1.
Nama-nama zat pewarna sintesis yang dilarang digunakan di dalam
makanan
No
|
Nama
|
Indeks
Warna
|
1
|
Auramine ( CI Basic Yellow 2)
|
41000
|
2
|
Alkanet
|
75520
|
3
|
Butter Yellow (CI Solvent Yellow
2)
|
11020
|
4
|
Black 7984 (Food Black 2)
|
27755
|
5
|
Burn Umber (CI Basic Orange
7)
|
77491
|
6
|
Chrysoidinie (CI Basic Orange 2)
|
11270
|
7
|
Chrysoine S (CI Food Yellow AB)
|
14270
|
8
|
Citrus Red No.2
|
12156
|
11
|
Fast Yellow AB (CI Food Yellow 2)
|
13015
|
12
|
Guinea Green B (CI Acid Green No
3)
|
42085
|
15
|
Methanyl Yellow
|
13065
|
16
|
Oil Orange SS (CI Solvent Orange
2)
|
12100
|
17
|
Oil Orange XO (CI Solvent Orange
7)
|
12170
|
18
|
Oil Yellow AB (CI Solvent Yellow
AB)
|
11380
|
19
|
Oil Yellow OB (CI Solvent Yellow
6)
|
11390
|
20
|
Orange G (CI Food Orange 4)
|
16230
|
21
|
Orange GGN (CI Food Orange 2)
|
15980
|
22
|
Orange RN
|
15970
|
23
|
Orchil dan Orcein
|
-
|
24
|
Ponceu 3R (CI Red 6)
|
16155
|
25
|
Ponceu SX (CI Food Red 1)
|
14700
|
26
|
Ponceu 6R (CI Food Red 8)
|
16290
|
27
|
Rhodamine B (CI Food Red 15)
|
45170
|
28
|
Sudan I (CI Solvent Yellow 14)
|
12055
|
29
|
Scarlet GN (Food Red 2)
|
14815
|
30
|
Violet 6
|
42640
|
Tabel 2. Jenis pewarna
sintesis pada produk makanan dan batas maksim penggunaannya
No.
|
Nama
bahan
|
Jenis
/ bahan makanan
|
Batas
maksimum
|
tambahan
makanan
|
penggunaan
|
||
1
|
Biru berlian
|
Kapri kalengan, ercis
|
100
mg – 300 mg / kg
|
kalengan, es krim, jem, acar
|
|||
ketimun dalam botol, saus apel
|
|||
kalengan, makanan lain, jeli
|
|||
2
|
Coklat HT
|
Minuman ringan, makanan
|
70
mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan cair
|
|||
3
|
Eritrosin
|
Es krim, buah pir kalengan,
|
15
mg – 300 mg / kg
|
jem, udang beku, saus apel
|
|||
kalengan, makanan lain, jeli,
|
|||
4
|
Hijau FCF
|
yoghurt, irisan daging olahan
|
100
mg – 300mg / kg
|
Es krim, buah pir kalengan,
|
|||
jem, saus apel kalengan,
|
|||
makanan lain, jeli
|
|||
5
|
Hijau S
|
Minuman ringan, makanan
|
70
mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan cair
|
|||
6
|
Indigotin
|
Es krim, jem, saus apel
|
6
mg – 300 mg / kg
|
kalengan, makanan lain, jeli,
|
|||
Yoghurt
|
|||
7
|
Karmiosin
|
Minuman ringan, makanan
|
57
mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan cair, es krim,
|
|||
Yoghurt
|
|||
8
|
Kuning FCF
|
Minuman ringan, makanan
|
12
mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan cair, es krim
|
|||
9
|
Kuning kuinolin
|
Es krim, makanan lain
|
50
mg – 300 mg / kg
|
10
|
Merah Alura
|
Minuman ringan, makanan
|
70
mg – 300 mg / kg
|
lain, makanan cair
|
|||
11
|
Ponceau 4R
|
Minuman ringan, makanan
|
30
mg – 300 mg / kg
|
lain, es krim, yoghurt, jem, jeli
|
|||
12
|
Tartrazin
|
Minuman ringan, makanan
|
18
mg – 300 mg / kg
|
cair, makanan lain, es krim,
|
|||
Yoghurt
|
Penggunaan
bahan pewarna buatan yang tidak direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan
(Depkes) RI atau oleh FDA dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti
timbulnya kanker usus dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh kandungan arsen
melebihi 0,00014% dan timbal melebihi 0,001%. Adapun batas konsumsi untuk zat
pewarna buatan yang direkomendasikan oleh Depkes berkisar 1,25-1,5 mg/kg berat
badan (untuk warna merah), 2,5 mg/kg, berat badan (untuk warna biru), 12,5
mg/kg berat badan (untuk warna hijau), dan 5-7,5 mg/kg (untuk warna kuning).
Bahan
pewarna Rhodamine B untuk warna merah
dan Metanil Yellow untuk warna kuning, merupakan zat pewarna
sintesis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut
mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan.
Rhodamine
B adalah
bahan pewarna untuk kertas, bulu domba dan sutera. Rodamine B berasal dari Metaliniat dan Dipanel
Alanin sehingga mudah mudah larut dalam alkohol. Struktur rhodamin B
dapat ditunjukkan pada gambar berikut.
Nama
Kimia N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3-ethyethanaminium
chlorida. Rumus Molekul C28H31ClN2O3.
Bobot Molekul (BM) 479. Titik Lebur 1650C. Kelarutan sangat larut
dalam air dan alkohol; sedikit larut dalam asam hidroklorida dan natrium
hidroksida.
Rhodamin
B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan,
berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan
berwarna merah terang pada konsentrasi rendah (Trestiati, 2003). D
& C Red 19 termasuk golongan pewarnaxanthene basa.
Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik
anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan. Rhodamin
B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon,
serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu.
Ciri
makanan yang mengandung Rhodamin B antara lain warna kelihatan cerah (berwarna-warni)
sehingga tampak menarik, ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirup atau
limun), muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya, dan baunya
tidak alami sesuai makanannya (http://yuwielueninet.wordpress.com). Sedangkan tanda-tanda dan
gejala akut bila terpapar Rhodamin B secara langsung yaitu jika terhirup dapat
menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, jika terkena kulit dapat
menimbulkan iritasi pada kulit, jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi
pada mata, jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni
berwarna merah atau merah muda (http://informasisehat.wordpress.com).
Metanil
yellow adalah
zat warna sintetik berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam
air, agak larut dalam aseton. Metanil yellow merupakan senyawa
kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan
hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Metanil kuning
dibuat dari asam metanilat dan difenilamin. Kedua bahan ini bersifat
toksik. Metanil yellow merupakan pewarna tekstil yang sering
disalahgunakan sebagai pewarna makanan. Pewarna tersebut bersifat sangat
stabil. Metanil yellow biasa digunakan untuk mewarnai wool,
nilon, kulit, kertas, cat, alumunium, detergen, kayu, bulu, dan kosmetik.
Pewarna ini merupakan tumor promoting agent. Metanil
yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan pemberian
secara oral.
Badan
Pengawasan Obat dan Makanan memasukkan rhodamin B dan metanil yellow dalam daftar bahan tambahan makanan
yang tidak boleh dikonsumsi (Tabel 2) (Anonim, 1990). Rhodamin B bersifat
karsinogenik pada tikus yang telah diinjeksi pewarna tersebut secara subkutan.
LD50 rhodamin B pada tikus yang diinjeksikan secara intravena adalah 89,5 mg/kg.
2. Uncertified Color
Additive (pewarna alami)
Zat
pewarna yang termasuk dalam uncertified color adalah zat
pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun
ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin yang
telah dapat dibuat sintetik. Untuk penggunaannya, zat warna ini bebas dari
prosedur sertifikasi dan termasuk dalam daftar yang telah tetap. Satu-satunya
zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara
adalah Carbon Black. Tabel berikut mencantumkan jenis pewarna
alami dan sintesis pada produk makanan dan batas maksimal penggunaannya.
Tabel 3. Jenis pewarna alami pada
produk makanan dan batas maksimum penggunaannya.
No.
|
Nama
bahan
|
Jenis
/ bahan makanan
|
Batas
maksimum
|
tambahan
makanan
|
Penggunaan
|
||
1
|
Anato
|
Es krim, lemak, minyak, kacang,
|
100
mg – 600 mg / kg
|
margarin, keju, minyak
kelapa
|
|||
2
|
β-Apo-8’ karotenal
|
Es krim, lemak, minyak
|
100
mg – 200 mg / kg
|
makan, jem, jeli
|
|||
3
|
Etil β -Apo-8’
|
Es krim, lemak, minyak
|
100
mg – 200 mg / kg
|
Karotenoat
|
makan, jem, jeli
|
||
4
|
Kantaxantin
|
Es krim, lemak, minyak makan,
|
30
mg – 60 mg / kg
|
jem, jeli, udang kalengan
|
|||
5
|
Karamel, ammonia
|
Es krim, jem, jeli, jamur
|
150
mg – 3 g / kg
|
sulfit process
|
kalengan, acar ketimun dalam
botol. Yoghurt, marmalad
|
||
6
|
Karamel
|
jem, jeli, jamur kalengan, acar
|
150
mg – 300 mg / kg
|
ketimun dalam botol, Yoghurt
|
|||
7
|
Karmin
|
Yoghurt
|
20
mg / kg
|
8
|
Î’-karoten
|
Keju, kapri kalengan, acar
|
100
mg / kg
|
ketimun dalam botol, es krim,
|
|||
lemak, minyak makan, minyak
|
|||
kacang, minyak kelapa, mentega
|
|||
9
|
Klorofil
|
jem, jeli, keju
|
200
mg / kg
|
10
|
Klorofil tembaga
|
Es krim, acar ketimun dalam
|
100
mg – 300 mg / kg
|
Complex
|
botol, keju
|
||
11
|
Kurkumin
|
Es krim, lemak, minyak makan,
|
500
mg / kg
|
minyak kelapa, mentega
|
|||
12
|
Riboflavin
|
Acar ketimun dalam botol,
|
50
mg – 300 mg / kg
|
keju, es krim
|
|||
13
|
Titanium Dioksida
|
Kembang gula
|
Secukupnya
|
Contoh zat pewarna alami :
a.
Warna merah diperoleh dari Karmin, Angkak, Likopen, Antosian
b.
Warna coklat diperoleh dari Karamel dan Kakao
c.
Warna kuning diperoleh dari Kurkumin, lakto lavin
d.
Warna jingga diperoleh dari Karoten
e.
Warna hijau diperoleh dari Klorofil
Contoh zat pewarna mineral :
a.
Warna biru
:
Ultramarine
b.
Warna merah : Cinaber
c.
Warna kuning : Baryt yellow, Lead
chromate, Kadmium sulfide
Di
negara-negara yang telah maju, suatu zat sintetik harus melalui berbagai
prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat
pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal sebagai certified
color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus dapat menjalani tes dan
prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.
Proses
sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis
media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat pewarna sintetik
biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering
kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada
pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui
suatu senyawa dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal
dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang sekarang
mulai populer di masyarakat, terutama anak-anak. Pengolahan sosis ini pada
awalnya dikembangkan oleh negara empat musim, yang bertujuan untuk mengawetkan,
sehingga mereka tidak kekurangan daging selama musim dingin.
Istilah sosis sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu salsus
yang berarti asin, merujuk pada artian potongan atau hancuran daging yang
diawetkan dengan penggaraman. Dari teknologi produksinya, sosis dibuat dari
daging yang digiling (dihaluskan), diberi bumbu lalu dimasukan kedalam
selonsong (casing) berbentuk bulat panjang simetris yang kemudian diolah lebih
lanjut. Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5
yaitu:
Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa
pemanasan, contohnya polish sausage.
Sosis yang dimasak dan diasap, contohnya frankfuter,
bologna, knackwurst
Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver
sausage
Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya
summer sausage, cervelat, dry salami, pepperoni
Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis
yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan
karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa
sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan
kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin
bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang
mengikutinya, dikemudian hari.
Menurut Prof.dr. Bambang Wirjatmadi,
seorang ahli gizi, nugget dan sosis jika
dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang tidak baik bagi kesehatan. Ada
tiga hal yang harus diperhatikan mengenai nugget dan sosis:
1. Daging yang digunakan
daging yang digunakan harus berasal dari daging ayam, sapi atau ikan asli.
Tidak boleh menggunakan daging palsu, daging busuk atau limbah ayam yang
dihancurkan. Komposisinya juga harus tepat, lebih banyak daging daripada
tepung.
2. Ada tidaknya bahan tambahan
pangan (pengawet, pewarna dan penguat rasa)Nugget dan sosis biasanya
menggunakan zat pengawet buatan untuk memperpanjang umur simpan. Sosis
seringkali juga menggunakan pewarna merah buatan. Sosis dan nugget juga
menggunakan penguat rasa secara berlebihan seperti MSG yang bila dikonsumsi
dalam jangka panjang dapat menimbulkan senyawa penyebab kanker. Bahan pangan
olahan (nugget atau sosis) sebaiknya menggunakan bahan-bahan alami tanpa
pengawet, pewarna, atau penguat rasa buatan.
3. Kandungan lemak dan kalori
yang tinggi dari daging atau bumbu-bumbu yang digunakan.Jenis daging yang
digunakan dalam nugget dan sosis harus diperhatikan, apakah daging berlemak
tinggi atau rendah. Selain itu, bumbu-bumbu yang digunakan sebaiknya tidak
berkalori tinggi karena dapat menyebabkan bahaya pada anak-anak dalam jangka
panjang.
Sosis berkualitas dan berbahan alami:
·
Memakai kemasan yang bermerk dengan keterangan nama
produsen, alamat, tanggal kadaluwarsa, info nutrisi dan nomor registrasi BPPOM.
·
Warnanya cokelat kemerahan alami untuk sosis daging. Sosis
ayam berwarna cokelat pucat.
·
Tercium aroma daging sapi atau ayam yang alami.
·
Jika ditekan tidak terlalu keras, agak kenyal.
·
Saat dipotong terlihat permukaan berpori-pori kasar sebagai
tekstur adonan daging alami.
·
Ketika dimasak tidak luntur warnanya dan tidak mengembang
banyak.
·
Citarasanya masih terlacak rasa daging yang kuat disertai
bumbu jika dipakai.
·
Harganya relatif mahal, per kilogram lebih dari Rp.
120.000,00
Sosis yang memakai banyak bahan aditif:
·
Biasanya dijual lepas tanpa kemasan.
·
Warnanya oranye kemarahan mencolok, dengan casing yang
hampir sama warnanya.
·
Aroma daging tidak tercium kuat tetapi justru aroma seperti
obat.
·
Teksturnya membal, sangat kenyal.
·
Saat dipotong tekstur daging sangat licin halus tanpa
pori-pori.
·
Saat dimasak biasanya warnanya luntur.
·
Harganya berkisar mulai dari Rp. 80.000,00 per kilogram
·
Maka dari itu pemerintah menagtur penggunaan bahan aditif
makanan scara ketat dan juga melarang pengguanaan bahan aditif makanan tertentu
jika dapat menimbulakan masalah kesehatan yang berbahaya. Pemerintah juga
melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang aman dan
murah.
0 komentar:
Posting Komentar