Pages

Rabu, 10 Juli 2013

KADAR WARNA (analisis Pangan)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat (Mudjajanto, 2003). Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992). Aman yang dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna oranye, rasa stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa leci dengan warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan warna hijau, dan seterusnya. Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna merupakan salah satu faktor penentu yang dilihat oleh seseorang sebelum memutuskan untuk memilih suatu barang yang termasuk di dalamnya adalah makanan dan minuman. Makanan yang memiliki warna cenderung lebih menarik untuk dipilih konsumen daripada makanan yang tidak berwarna. 
Secara umum bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya.
Pewarna sintetis (non food grade) masih sangat diminati oleh para produsen makanan. Alasan pertama adalah masalah harga. Pewarna kimia tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Alasan kedua adalah stabilitas. Pewarna sintetis memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan  disimpan.

Masalah yang dapat timbul dari penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional pada makanan dan minuman adalah dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pilihan terbaik yaitu dengan penggunaan pewarna alami, karena menggunakan bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan (food grade) pun harus dibatasi jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh kita akan menimbulkan efek.
Sebenarnya, pewarna alami tidak bebas dari masalah. Menurut Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dari segi kehalalan, pewarna alami justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi. Lantaran pewarna natural tidak stabil selama penyimpanan, maka untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, sering digunakan bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya, dan kondisi lingkungan.
Terdapat banyak makanan dan minuman yang menggunakan pewarna baik itu sintetis ataupun alami, salah satunya yaitu sosis. Sosis merupakan panganan berbahan dasar daging sapi yang sangat diminati oleh setiap kalangan dengan segmen pasar yang beragam. Maka dari itu, kelompok kami menganalisis zat warna yang terkandung dalam sosis. Dalam hal ini, sosis yang kami amati adalah sosis yang dijual di warung – warung dengan harga yang relatif murah.
1.2 Rumusan masalah
·         Bagaimana cara menganalisis zat warna pada sosis ?
·         Apakah jenis zat-zat  pewarna yang terdapat dalam sosis ?
1.3 Tujuan Praktikum
·         Untuk megetahui cara menganalisis zat warna yang terkandung pada sosis.
·         Untuk mengetahui jenis zat-zat pewarna pada sosis
1.4 Manfaat Praktikum
·         Menambah wawasan mengenai kandungan zat warna pada makanan dalam hal ini yaitu sosis.
·         Menambah penghetahuan mengenai ciri fisik sosis yang mengandung bahan pewarna baik pewarna alami  atau pewarna sintetik.
·         Memberikan peningkatan kesadaran terhadap kesehatan.


BAB II
LANDASAN TEORI
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama (Siagian, 2002). Sementara itu pada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Kemanan Pangan) Bagian Kedua disebutkan banwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) antioksidan dan antioksidan sinergis, (2) anti kempal, (3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) sekuestran, dan (14) bahan tambahan lain.
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning. Sedangkan menurut GG Birch (1976), zat pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok, yaitu centrified colour dan uncentrified colour. Uncentrified colour merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain  dipertmbangkan, secara visual faktor warna tampil dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Selain sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata.
Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan  warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.
Ada 5 sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu :
1.      Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.
2.      Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat pada kembang gula, karamel atau roti yang dibakar.
3.      Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino protein dan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang  disimpan lama akan berwarna gelap.
4.      Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5.      Penambahan zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna sintetik, yang termasuk golongan bahan aditif makanan.

Aneka jenis pewarna ini ada yang berupa bubuk, pasta atau cairan. ada dua jenis zat pewarna yaitu certified color dan unceretified color. Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, sedangkan uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami.
1.      Certified Color (pewarna sintesis)
Ada 2 macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan Lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan  dye telah melalui prosedur  sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang  hanya terdiri dari 1 warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang mencantumkan  keterangan penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
a.       Dye
Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah gliserin, alkohol dan propilenglikol. Dye juga dapat diberikan  dalam bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut kemudian ternyata menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnanya sendiri.
Dye terbagi atas 4 kelompok yaitu Azo dye, Triphenylmethane dye, Flourescein, dan Sulfonated Indigo.
a)      Azo dye, terdiri dari:
·         FD&C Red No. 2 (Amaranth) No Indeks 16185
Amaranth termasuk golongan monoazo yang mempunyai satu ikatan N=N. Amaranth berupa tepung berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air, menghasilkan larutan berwarna merah lembayang atau merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam propilonglikol, gliserol,  dan larut sebagian dalam alkohol 95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat 10%, HCl 10-30%, dan NaOH 10%, sedangkan terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak keruh. 
             FD&C Yellow No 5 (Tartrazine) No Indeks 19140
Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut dalam  air, menghasilkan larutan kuning keemasan. Kelarutanya dalam alkohol 95% hanya sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut. Tartanizie tahan terhadap cahaya, asam asetat,  HCL, dan NaOH 10%, NaOH 30% akan menjadikan warna berubah kemerah-merahan.
            Penggunaan tartrazine dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak (http://arinsehat.blogspot.com). 
·         FD&C Yellow No 5 (Sunset Yellow) No Indeks 150985
Sunset Yellow termasuk golongan monazo, berupa tepung berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air, dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam gliserol dan glikol. Pemakaian alat-alat, mudah larut dalam alkohol tembaga akan menyebabkan warna larutan zat warna menjadi keruh, coklat dan opaque.
            Penggunaan sunset yellow dapat menyebabkan reaksi alergi, khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak. Pada jumlah yang sedikit sunset yellow dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah dan gangguan saluiran pencernaan
·         FD&C Red No 4 (Panceau SX) No Indeks 14700
Panceau SX berupa tepung merah, mudah larut dalam air dan memberikan larutan berwarna jingga. Larutan dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol 95%. Sifat ketahanannya hampir  sama dengan amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat 10%, NaOH 30% akan membuat larutan berwarna kekuningan. Cu membuat warna larutan menjadi kuning, gelap, dan keruh baik pada larutan netral maupun asam. 
b)      Triphenymethane dye, terdiri dari :
·         FD&C Blue No 1 (Brilliant Blue) No Indeks 42090
Zat pewarna ini termasuk Triphenylmethane dye, merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan dalam  air menghasilkan warna hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini tahan terhadap asam asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya agak tahan terhadap HCl 10%, tetapi menjadi berwarna kehijauan, sedangkan dalam HCl 30% akan membentuk warna merah anggur.
·         FD&C Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053
Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau ungu kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan. Zat ini juga larut dalam alkohol 95%, tetapi lebih mudah  larut dalam campuran air dan alkohol. Zat ini juga larut dalam gliserol dan glikol. Fast Green  agak mudah luntur dengan adanya cahaya dan tidak tahan terhadap HCl 30%, bila ditambahkan alkali, akan berwarna ungu. kontak dengan Cu akan menjadikan warna coklat.
·         FD&C Violet No 1 (Benzylviolet 4B)
Zat pewarna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut dalam air, gliserol, glikol dan alkohol 95%. Menghasilkan warna ungu cerah, tidak larut dalam minyak dan eter. Zat pewarna ini mudah luntur oleh cahaya, sedangkan terhadap asam asetat agak tahan.
c)      Fluorescein
·         FD&C Red No 3 (Erytrosine) No Indeks  45430
Zat pewarna ini termasuk golongan Fluorescein. Berupa tepung coklat larutannya dalam alkohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi sedangkan larutannya dalam air berwarna  merah cherry tanpa fluoresensi. Larut dalam gliserol dan glikol, bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan oksidator, tetapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%.
d)     Sulfonated Indigo
·         FD&C Blue No 2 (Indigotin/Indigo Carmine) No Indeks 73015
Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat, kemerah-merahan, mudah laut dalam air dan larutannya berwarna biru. Larut dalam gliserol dan glikol, sedikit larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini sangat tidak tahan terhadap cahaya, karena itu warnanya cepat menghilang.

b.      Lake
FD&C Lake diizinkan pemakainnya sejak tahun 1959, dan penggunannya meluas dengan cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lake stabil pada Ph 3,5 – 9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang dikandungnya terlepas.
Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak  daripada dye, karena FD&C lake larut dalam lemak. Daya mewarnai FD&C lake adalah dengan membentuk dispersi yang menyebar pada  bahan yang diwarnai.
Di Indonesia, karena undang-undang penggunaan zat pewarna belum ada, terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat warna. Penggunaan pewarna yang aman pada pangan telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per IX/88, yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan. Pewarna yang diizinkan serta batas penggunannya termasuk penggunaan bahan pewarna alami.
Khusus untuk bahan pewarna, Departemen Kesehatan  telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 2985/B/SK/79 tanggal 12 Nopember 1979 tentang wajib daftar pewarna makanan dan Peraturan Menkes RI No.239/Menkes/Per/V/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Penerbitan peraturan ini bertujuan untuk mencegah pemakaian zat warna yang bukan untuk makanan ke dalam makanan.
Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa zat warna sintesis yang dilarang penggunaannya dalam makanan.
Tabel 1.      Nama-nama zat pewarna sintesis yang dilarang digunakan di dalam makanan
No
Nama
Indeks Warna
1
Auramine ( CI Basic Yellow 2)
41000
2
Alkanet
75520
3
Butter Yellow (CI Solvent Yellow 2)
11020
4
Black 7984 (Food Black 2)
27755
5
Burn Umber  (CI Basic Orange 7)
77491
6
Chrysoidinie (CI Basic Orange 2)
11270
7
Chrysoine S (CI Food Yellow AB)
14270
8
Citrus Red No.2
12156
11
Fast Yellow AB (CI Food Yellow 2)
13015
12
Guinea Green B (CI Acid Green No 3)
42085
15
Methanyl Yellow
13065
16
Oil Orange SS (CI Solvent Orange 2)
12100
17
Oil Orange XO (CI Solvent Orange 7)
12170
18
Oil Yellow AB (CI Solvent Yellow AB)
11380
19
Oil Yellow OB (CI Solvent Yellow 6)
11390
20
Orange G (CI Food Orange 4)
16230
21
Orange GGN (CI Food Orange 2)
15980
22
Orange RN
15970
23
Orchil dan Orcein 
-
24
Ponceu 3R (CI Red 6)
16155
25
Ponceu SX (CI Food Red 1)
14700
26
Ponceu 6R (CI Food Red 8)
16290
27
Rhodamine B (CI Food Red 15)
45170
28
Sudan I (CI Solvent Yellow 14)
12055
29
Scarlet GN (Food Red 2)
14815
30
Violet 6
42640

Tabel 2.   Jenis pewarna sintesis pada produk makanan dan batas maksim penggunaannya
No.
Nama bahan
Jenis / bahan makanan
Batas maksimum
tambahan makanan
penggunaan
1
Biru berlian
Kapri kalengan, ercis
100 mg – 300 mg / kg
kalengan, es krim, jem, acar
ketimun dalam botol, saus apel
kalengan, makanan lain, jeli
2
Coklat HT
Minuman ringan, makanan
70 mg – 300 mg / kg
lain, makanan cair
3
Eritrosin
Es krim, buah pir kalengan,
15 mg – 300 mg / kg
jem, udang beku, saus apel
kalengan, makanan lain, jeli,
4
Hijau FCF
yoghurt, irisan daging olahan
100 mg – 300mg / kg
Es krim, buah pir kalengan,
jem, saus apel kalengan,
makanan lain, jeli
5
Hijau S
Minuman ringan, makanan
70 mg – 300 mg / kg
lain, makanan cair
6
Indigotin
Es krim, jem, saus apel
6 mg – 300 mg / kg
kalengan, makanan lain, jeli,
Yoghurt
7
Karmiosin 
Minuman ringan, makanan
57 mg – 300 mg / kg
lain, makanan cair, es krim,
Yoghurt
8
Kuning FCF 
Minuman ringan, makanan
12 mg – 300 mg / kg
lain, makanan cair, es krim
9
Kuning kuinolin
Es krim,  makanan lain
50 mg – 300 mg / kg
10
Merah Alura
Minuman ringan, makanan
70 mg – 300 mg / kg
lain, makanan cair
11
Ponceau 4R
Minuman ringan, makanan
30 mg – 300 mg / kg
lain, es krim, yoghurt, jem, jeli
12
Tartrazin
Minuman ringan, makanan
18 mg – 300 mg / kg
cair, makanan lain, es krim,
Yoghurt

Penggunaan bahan pewarna buatan yang tidak direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan (Depkes) RI atau oleh FDA dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti timbulnya kanker usus dan pankreas. Hal ini disebabkan oleh kandungan arsen melebihi 0,00014% dan timbal melebihi 0,001%. Adapun batas konsumsi untuk zat pewarna buatan yang direkomendasikan oleh Depkes berkisar 1,25-1,5 mg/kg berat badan (untuk warna merah), 2,5 mg/kg, berat badan (untuk warna biru), 12,5 mg/kg berat badan (untuk warna hijau), dan 5-7,5 mg/kg (untuk warna kuning).
Bahan pewarna Rhodamine  untuk warna merah dan Metanil Yellow untuk warna kuning, merupakan zat pewarna sintesis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan.
Rhodamine B adalah bahan pewarna untuk kertas, bulu domba dan sutera. Rodamine  B berasal dari Metaliniat dan Dipanel Alanin sehingga mudah mudah larut dalam alkohol. Struktur rhodamin B dapat ditunjukkan pada gambar berikut.
Nama Kimia N-[9-(2-Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanthen-3-ethyethanaminium chlorida. Rumus Molekul C28H31ClN2O3. Bobot Molekul (BM) 479. Titik Lebur 1650C. Kelarutan sangat larut dalam air dan alkohol; sedikit larut dalam asam hidroklorida dan natrium hidroksida.
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah (Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarnaxanthene basa. Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan. Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu.
Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B antara lain warna kelihatan cerah (berwarna-warni) sehingga tampak menarik, ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirup atau limun), muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengkonsumsinya, dan baunya tidak alami sesuai makanannya (http://yuwielueninet.wordpress.com).  Sedangkan tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B secara langsung yaitu jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit, jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda (http://informasisehat.wordpress.com).
Metanil yellow adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil yellow merupakan senyawa kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Metanil kuning dibuat dari asam metanilat dan difenilamin. Kedua bahan ini bersifat toksik. Metanil yellow merupakan pewarna tekstil yang sering disalahgunakan sebagai pewarna makanan. Pewarna tersebut bersifat sangat stabil. Metanil yellow biasa digunakan untuk mewarnai wool, nilon, kulit, kertas, cat, alumunium, detergen, kayu, bulu, dan kosmetik. Pewarna ini merupakan tumor promoting agentMetanil yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan pemberian secara oral.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan memasukkan rhodamin B dan metanil yellow dalam daftar bahan tambahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi (Tabel 2) (Anonim, 1990). Rhodamin B bersifat karsinogenik pada tikus yang telah diinjeksi pewarna tersebut secara subkutan. LD50 rhodamin B pada tikus yang diinjeksikan secara intravena adalah 89,5 mg/kg.

2.      Uncertified Color Additive (pewarna alami)
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color adalah zat pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti Î²-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat sintetik. Untuk penggunaannya, zat warna ini bebas dari prosedur sertifikasi dan termasuk dalam daftar yang telah tetap. Satu-satunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon Black. Tabel berikut mencantumkan jenis pewarna alami dan sintesis pada produk makanan dan batas maksimal penggunaannya.


Tabel 3. Jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya.
No.
Nama bahan
Jenis / bahan makanan
Batas maksimum
tambahan makanan
Penggunaan
1
Anato
Es krim, lemak, minyak, kacang,
100 mg – 600 mg / kg
margarin, keju, minyak kelapa
2
β-Apo-8’ karotenal
Es krim, lemak, minyak
100 mg – 200 mg / kg
makan, jem, jeli
3
Etil β -Apo-8’
Es krim, lemak, minyak
100 mg – 200 mg / kg
Karotenoat
makan, jem, jeli
4
Kantaxantin
Es krim, lemak, minyak makan,
30 mg – 60 mg / kg
jem, jeli, udang kalengan
5
Karamel, ammonia
Es krim, jem, jeli, jamur
150 mg – 3 g / kg
sulfit process
kalengan, acar ketimun dalam botol. Yoghurt, marmalad
6
Karamel
jem, jeli, jamur kalengan, acar
150 mg – 300 mg / kg
ketimun dalam botol, Yoghurt
7
Karmin
Yoghurt
20 mg / kg
8
Î’-karoten
Keju, kapri kalengan, acar
100 mg / kg
ketimun dalam botol, es krim,
lemak, minyak makan, minyak
kacang, minyak kelapa, mentega
9
Klorofil
jem, jeli, keju
200 mg / kg
10
Klorofil tembaga
Es krim, acar ketimun dalam
100 mg – 300 mg / kg
Complex
botol, keju 
11
Kurkumin
Es krim, lemak, minyak makan,
500 mg / kg
minyak kelapa, mentega
12
Riboflavin
Acar ketimun dalam botol,
50 mg – 300 mg / kg
keju, es krim
13
Titanium Dioksida
Kembang gula
Secukupnya

Contoh zat pewarna alami :
a.       Warna merah diperoleh dari Karmin, Angkak, Likopen, Antosian
b.      Warna coklat diperoleh dari Karamel dan Kakao 
c.       Warna kuning diperoleh dari Kurkumin, lakto lavin 
d.      Warna jingga diperoleh dari Karoten 
e.       Warna hijau diperoleh dari Klorofil 
Contoh zat pewarna mineral :
a.       Warna biru              : Ultramarine 
b.      Warna merah          : Cinaber
c.       Warna kuning         : Baryt yellow, Lead chromate, Kadmium sulfide
Di negara-negara yang telah maju, suatu zat sintetik harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang diijinkan penggunaannya dalam makanan dikenal sebagai certified color. Untuk penggunaan zat warna tersebut harus dapat menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi.
Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Proses pembuatan zat pewarna sintetik  biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang sekarang mulai populer di masyarakat, terutama anak-anak. Pengolahan sosis ini pada awalnya dikembangkan oleh negara empat musim, yang bertujuan untuk mengawetkan, sehingga mereka tidak kekurangan daging selama musim dingin.
Istilah sosis sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu salsus yang berarti asin, merujuk pada artian potongan atau hancuran daging yang diawetkan dengan penggaraman. Dari teknologi produksinya, sosis dibuat dari daging yang digiling (dihaluskan), diberi bumbu lalu dimasukan kedalam selonsong (casing) berbentuk bulat panjang simetris yang kemudian diolah lebih lanjut.  Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 5 yaitu:

  Sosis mentah (fresh sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan, contohnya polish sausage.
  Sosis yang dimasak dan diasap, contohnya frankfuter, bologna, knackwurst
   Sosis yang dimasak tanpa diasap, contohnya beer salami, liver sausage
   Sosis kering, semikering (atau sosis fermentasi), misalnya summer sausage, cervelat, dry salami, pepperoni
  Produk sejenis sosis yang dimasak, contohnya meat loaves

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Hanya saja, karena kadar lemak dan kolesterol sosis yang cukup tinggi, sosis sebaiknya tidak dijadikan menu rutin bagi anak-anak guna mencegah masalah obesitas dan penyakit-penyakit yang mengikutinya, dikemudian hari. 
            Menurut Prof.dr. Bambang Wirjatmadi, seorang ahli gizi, nugget dan sosis jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping yang tidak baik bagi kesehatan. Ada tiga hal yang harus diperhatikan mengenai nugget dan sosis:
1.      Daging yang digunakan daging yang digunakan harus berasal dari daging ayam, sapi atau ikan asli. Tidak boleh menggunakan daging palsu, daging busuk atau limbah ayam yang dihancurkan. Komposisinya juga harus tepat, lebih banyak daging daripada tepung.
2.      Ada tidaknya bahan tambahan pangan (pengawet, pewarna dan penguat rasa)Nugget dan sosis biasanya menggunakan zat pengawet buatan untuk memperpanjang umur simpan. Sosis seringkali juga menggunakan pewarna merah buatan. Sosis dan nugget juga menggunakan penguat rasa secara berlebihan seperti MSG yang bila dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menimbulkan senyawa penyebab kanker. Bahan pangan olahan (nugget atau sosis) sebaiknya menggunakan bahan-bahan alami tanpa pengawet, pewarna, atau penguat rasa buatan.
3.      Kandungan lemak dan kalori yang tinggi dari daging atau bumbu-bumbu yang digunakan.Jenis daging yang digunakan dalam nugget dan sosis harus diperhatikan, apakah daging berlemak tinggi atau rendah. Selain itu, bumbu-bumbu yang digunakan sebaiknya tidak berkalori tinggi karena dapat menyebabkan bahaya pada anak-anak dalam jangka panjang.

Sosis berkualitas dan berbahan alami:
·       Memakai kemasan yang bermerk dengan keterangan nama produsen, alamat, tanggal kadaluwarsa, info nutrisi dan nomor registrasi BPPOM.
·       Warnanya cokelat kemerahan alami untuk sosis daging. Sosis ayam berwarna cokelat pucat.
·       Tercium aroma daging sapi atau ayam yang alami.
·       Jika ditekan tidak terlalu keras, agak kenyal.
·       Saat dipotong terlihat permukaan berpori-pori kasar sebagai tekstur adonan daging alami.
·       Ketika dimasak tidak luntur warnanya dan tidak mengembang banyak.
·       Citarasanya masih terlacak rasa daging yang kuat disertai bumbu jika dipakai.
·       Harganya relatif mahal, per kilogram lebih dari Rp. 120.000,00

Sosis yang memakai banyak bahan aditif:
·       Biasanya dijual lepas tanpa kemasan.
·       Warnanya oranye kemarahan mencolok, dengan casing yang hampir sama warnanya.
·       Aroma daging tidak tercium kuat tetapi justru aroma seperti obat.
·       Teksturnya membal, sangat kenyal.
·       Saat dipotong tekstur daging sangat licin halus tanpa pori-pori.
·       Saat dimasak biasanya warnanya luntur.
·       Harganya berkisar mulai dari Rp. 80.000,00 per kilogram
·       Maka dari itu pemerintah menagtur penggunaan bahan aditif makanan scara ketat dan juga melarang pengguanaan bahan aditif makanan tertentu jika dapat menimbulakan masalah kesehatan yang berbahaya. Pemerintah juga melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang aman dan murah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 Tyas Room's. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger